Jangan Bawa Bawa Agama Dalam Ber Apa Saja diruang Publik !!!



Itulah Sekularisme



Seorang yang terjangkit sekularisme biasanya memiliki ciri-ciri suka memberikan contoh dan mengatakan :



Memberikan contoh seorang yang dekat dengan agama ketika berbuat kesalahan dihinakan dan dipukul rata , atau mengatakan “jangan bawa-bawa agama”, “membicarakan agama atau menanyakan agama seseorang di ruang publik adalah tidak etis”, “ibadah itu urusan masing-masing, urusan pribadi dengan Tuhan, tidak perlu ikut campur”, “tidak boleh mengatur-atur orang lain dengan mengatasnamakan agama”, “tidak boleh melakukan kekerasan mengatasnamakan agama”, dan sebagainya.



Padahal dalam Islam, seorang Muslim dari bangun tidur hingga tidur kembali selalu membawa-bawa agama. Sebagian Muslim juga diwajibkan untuk berdakwah dan melakukan amar ma’ruf nahiy mungkar yang pastinya berhubungan dengan publik.



Soal kekerasan pun ada yang diperbolehkan dalam Islam. Perang, hukuman cambuk, hukuman rajam hingga mati, hukuman potong tangan, dan sebagainya adalah termasuk kekerasan, namun semuanya diperbolehkan Islam dalam kondisi tertentu. Yakni boleh balas memerangi ketika diperangi, boleh menghukum cambuk bagi peminum khamr dan pezina yang belum pernah menikah, dan boleh juga memotong tangan seorang pencuri. Akan tetapi seorang sekularis akan menentangnya dengan alasan bahwa semua itu melanggar hak azasi manusia (HAM).



Orang-orang Sekular juga berpandangan bahwa derajat manusia ditentukan oleh hartanya. Contohnya, seseorang belum dianggap sukses bila ia miskin. Seorang yang memiliki gelar profesor belumlah sukses apabila hidupnya melarat. Contoh lain misalnya seorang pemuda hendak melamar gadis, ketika mendatangi orangtua si gadis biasanya si pemuda akan ditanyai sudah kerja atau belum, kerjanya apa, penghasilan berapa, pendidikannya sampai mana, dan sebagainya. Bukannya malah ditanya agamanya apa, sholatnya terjaga atau tidak, bacaan Qur’an dan hafalannya bagaimana. Ini menunjukkan bahwa sekularisme hanya mengedepankan duniawi semata, menganggap segala yang tampak saja, dan bersifat materialistik. Mungkin istilah “matre” muncul awalnya karena wabah penyakit sekularisme ini.



Itulah sedikit dari sekian banyaknya fenomena-fenomena yang terjadi di dalam masyarakat, bahkan ada juga yang mengalaminya di keluarganya sendiri. Tanpa sadar orang-orang telah berpikir sekular, terbaratkan.



Sedikit kembali kebelakang saat kuliah dahulu melihat catatan lama tentang sekularisme menurut George Holyoake, penulis inggris yang pertama kali menggunakan istilah sekularisme pada tahun 1846 adalah suatu sistem etik yang didasarkan pada prinsip moral alamiah dan terlepas dari agama-wahyu atau supranaturalisme. Definisi lainnya adalah suatu pandangan bahwa pengaruh organisasi agama harus dikurangi sejauh mungkin dan bahwa moral dan pendidikan harus dijauhkan dari agama.



Kemudian dalam buku “Islam dan Sekularisme” karya Syed Naquib Al-Attas dijelaskan bahwa secular berasal dari bahasa Latin saeculum yang berarti waktu dan tempat atau ruang. Sekular dalam pengertian waktu merujuk kepada sekarang atau kini, sedangkan dalam pengertian ruang merujuk kepada dunia atau duniawi. Jadi saeculum bermakna zaman kini atau masa kini, dan zaman ini atau masa kini merujuk kepada peristiwa di dunia ini, dan itu juga berarti peristiwa-peristiwa masa kini.



Menurut Harvey Cox dalam bukunya yang berjudul “The Secular City”, sekularisasi melibatkan tiga proses, yaitu:

(1) pembebasan alam dari ilusi (disenchantment of nature),

(2) desakralisasi politik (desacralization of politics)

(3) pembangkangan terhadap nilai-nilai (deconsecration of values).



Yang pertama maksudnya pembebasan alam dari pengaruh ilahi yang mencakup kepercayaan animistis, dewa-dewa, dan sifat magis dari alam.



Yang kedua, peniadaan kesucian dan kewibawaan agama dari politik.



Dan yang ketiga, berarti penghapusan kesucian nilai-nilai, termasuk nilai agama dari kehidupan. Semua nilai akan selalu terbuka untuk berubah, bersifat relatif/nisbi tergantung perkembangan zaman yang standarnya adalah ilmu pengetahuan, bukan agama.



Muhammad Amrullya Mustafid Yahya









from One Day One Juz's Facebook Wall

Jangan Bawa Bawa Agama Dalam Ber Apa Saja diruang Publik !!! Itulah Sekularisme...

Jangan Bawa Bawa Agama Dalam Ber Apa Saja diruang Publik !!!



Itulah Sekularisme



Seorang yang terjangkit sekularisme biasanya memiliki ciri-ciri suka memberikan contoh dan mengatakan :



Memberikan contoh seorang yang dekat dengan agama ketika berbuat kesalahan dihinakan dan dipukul rata , atau mengatakan “jangan bawa-bawa agama”, “membicarakan agama atau menanyakan agama seseorang di ruang publik adalah tidak etis”, “ibadah itu urusan masing-masing, urusan pribadi dengan Tuhan, tidak perlu ikut campur”, “tidak boleh mengatur-atur orang lain dengan mengatasnamakan agama”, “tidak boleh melakukan kekerasan mengatasnamakan agama”, dan sebagainya.



Padahal dalam Islam, seorang Muslim dari bangun tidur hingga tidur kembali selalu membawa-bawa agama. Sebagian Muslim juga diwajibkan untuk berdakwah dan melakukan amar ma’ruf nahiy mungkar yang pastinya berhubungan dengan publik.



Soal kekerasan pun ada yang diperbolehkan dalam Islam. Perang, hukuman cambuk, hukuman rajam hingga mati, hukuman potong tangan, dan sebagainya adalah termasuk kekerasan, namun semuanya diperbolehkan Islam dalam kondisi tertentu. Yakni boleh balas memerangi ketika diperangi, boleh menghukum cambuk bagi peminum khamr dan pezina yang belum pernah menikah, dan boleh juga memotong tangan seorang pencuri. Akan tetapi seorang sekularis akan menentangnya dengan alasan bahwa semua itu melanggar hak azasi manusia (HAM).



Orang-orang Sekular juga berpandangan bahwa derajat manusia ditentukan oleh hartanya. Contohnya, seseorang belum dianggap sukses bila ia miskin. Seorang yang memiliki gelar profesor belumlah sukses apabila hidupnya melarat. Contoh lain misalnya seorang pemuda hendak melamar gadis, ketika mendatangi orangtua si gadis biasanya si pemuda akan ditanyai sudah kerja atau belum, kerjanya apa, penghasilan berapa, pendidikannya sampai mana, dan sebagainya. Bukannya malah ditanya agamanya apa, sholatnya terjaga atau tidak, bacaan Qur’an dan hafalannya bagaimana. Ini menunjukkan bahwa sekularisme hanya mengedepankan duniawi semata, menganggap segala yang tampak saja, dan bersifat materialistik. Mungkin istilah “matre” muncul awalnya karena wabah penyakit sekularisme ini.



Itulah sedikit dari sekian banyaknya fenomena-fenomena yang terjadi di dalam masyarakat, bahkan ada juga yang mengalaminya di keluarganya sendiri. Tanpa sadar orang-orang telah berpikir sekular, terbaratkan.



Sedikit kembali kebelakang saat kuliah dahulu melihat catatan lama tentang sekularisme menurut George Holyoake, penulis inggris yang pertama kali menggunakan istilah sekularisme pada tahun 1846 adalah suatu sistem etik yang didasarkan pada prinsip moral alamiah dan terlepas dari agama-wahyu atau supranaturalisme. Definisi lainnya adalah suatu pandangan bahwa pengaruh organisasi agama harus dikurangi sejauh mungkin dan bahwa moral dan pendidikan harus dijauhkan dari agama.



Kemudian dalam buku “Islam dan Sekularisme” karya Syed Naquib Al-Attas dijelaskan bahwa secular berasal dari bahasa Latin saeculum yang berarti waktu dan tempat atau ruang. Sekular dalam pengertian waktu merujuk kepada sekarang atau kini, sedangkan dalam pengertian ruang merujuk kepada dunia atau duniawi. Jadi saeculum bermakna zaman kini atau masa kini, dan zaman ini atau masa kini merujuk kepada peristiwa di dunia ini, dan itu juga berarti peristiwa-peristiwa masa kini.



Menurut Harvey Cox dalam bukunya yang berjudul “The Secular City”, sekularisasi melibatkan tiga proses, yaitu:

(1) pembebasan alam dari ilusi (disenchantment of nature),

(2) desakralisasi politik (desacralization of politics)

(3) pembangkangan terhadap nilai-nilai (deconsecration of values).



Yang pertama maksudnya pembebasan alam dari pengaruh ilahi yang mencakup kepercayaan animistis, dewa-dewa, dan sifat magis dari alam.



Yang kedua, peniadaan kesucian dan kewibawaan agama dari politik.



Dan yang ketiga, berarti penghapusan kesucian nilai-nilai, termasuk nilai agama dari kehidupan. Semua nilai akan selalu terbuka untuk berubah, bersifat relatif/nisbi tergantung perkembangan zaman yang standarnya adalah ilmu pengetahuan, bukan agama.



Muhammad Amrullya Mustafid Yahya









from One Day One Juz's Facebook Wall

Tidak ada komentar:

Posting Komentar