Percik_embun
Antara Dia dan Kita
Lelaki renta itu,
dengan kehalusan hatinya ingin ber-Islam
menjadi sebab turunnya ayat.
‘Abasa watawalla', Rasul pun ditegur Allah karenanya.
seorang miskin lagi buta,
bukan berarti tak lebih utama
dari para pemuka negara
Lelaki renta itu,
pernah minta keringanan
untuk tidak ikut sholat berjamaah di masjid
karena dia buta
karena dia sebatang kara
karena masjid jauh sekali dari rumahnya
tapi tanya Rasul, “Apakah engkau masih mendengar adzan?”
saat dijawabnya masih, maka kata Rasul, “Kalau begitu, berangkatlah”
lalu, tunduk patuh ia pada perintah
sekali pun tak pernah ia sanggah
tiap sholat lima waktu sholat berjamaah
meski fajar masih pekat
dan jarak masjid tak dekat,
ia meraba-raba dalam gelap
hingga suatu saat, kakinya tersandung bongkahan batu
badannya terjerembab jatuh,
mukanya tersungkur di runcingnya batu
berdarah-darah…
setelahnya,
selalu datang seorang lelaki
menuntunnya dengan ramah
pergi dan pulang sholat berjamaah
setiap hari, setiap lima waktu
hingga suatu saat
lelaki tua ingin sekali tahu
siapa gerangan lelaki penolongnya itu
karena ingin ia doakan
atas kebajikannya selama ini
tapi kata lelaki muda
“Jangan sekali-kali kau doakan aku
dan jangan sekali-kali kau ingin tahu namaku
karena aku adalah iblis”
sontak lelaki renta itu terkejut,
“Bagaimana mungkin engkau menuntunku ke masjid,
sedangkan dirimu menghalangi manusia untuk mengerjakan sholat?”
Iblis menjawab,
“Ingatkah dulu saat kau hendak sholat subuh berjamaah,
kau tersandung batu, lalu bongkahannya melukai wajahmu?
Pada saat itu aku mendengar ucapan Malaikat,
bahwa Allah telah mengampuni setengah dosamu.
Aku takut kalau engkau tersandung lagi,
lalu Allah menghapuskan setengah dosamu yang lain.
Maka aku selalu menuntunmu ke masjid
dan mengantarkanmu pulang.”
Lalu, saat tubuh itu merenta
makin menua dimakan usia
datang seruan perang Qaddisiyah
Sang khalifah Umar mengumpulkan segenap lelaki
dari seluruh penjuru negri
terselip ia, berbaris bersama
ingin sekali ikut berperang di medan laga
demi cita-cita mulia
Khalifah Umar melarangnya
bagaimana seorang buta lagi renta, akan ikut berperang?
bagaimana jika dia langsung celaka terkena tombak?
atau justru mencelakai temannya karena tak mampu mengenali sesiapa?
Tapi, lelaki tua itu bersikukuh,
“Tempatkan aku di antara dua pasukan yang berperang
Aku akan membawa panji kemenangan
Aku akan memegangnya erat-erat untuk kalian.
Aku buta, karena itu aku pasti tak akan lari”
Khalifah, tak lagi mampu menghalangi
Lalu semuanya, berangkatlah
lekaki tua itu ingin menepati janjinya
dengan baju besi yang dikenakannya
dan bendera besar yang dibawanya
dia berjanji akan mengibarkannya senantiasa,
atau mati terkapar di sampingnya
lewat pertempuran Qaddisiyah
Persia yang congak pun kalah
tapi kemengangan itu tak murah
dibayar dengan nyawa ratusan syuhada
terselip di antara mereka
jenazah lelaki tua
terkapar berlumuran darah
sambil memeluk erat sebuah bendera
sungguh, dia telah menepati janjinya
wahai lelaki mulia,
sesak dadaku membaca kisah hidupmu
menyungai sudut mataku mengenangmu
engkau buta, sebatangkara dan renta
tapi itu tak membuatmu pasrah dan diam
meski udzur telah membolehkanmu.
untuk tak kemana-mana, di rumah saja
Lalu, bagaimana dengan diriku ini?
aku masih muda,
aku bukan fuqara
aku tak buta
jua tak sebatangkara
tapi kenapa,
sering sekali ada alasan mendera
untuk tak bersegera?
Lelaki sepertimu,
dengan segala keterbatasan
terus mencari-cari alasan
agar mampu mengambil peran
sedang aku, kita
dengan segala kemudahan
sering mencari-cari alasan
agar boleh tak ikut berperan
Lalu, dengan apa
akan kita buktikan
bahwa kita ini Islam?
~Belajar darinya, Abdullah bin Ummi Maktum
from One Day One Juz's Facebook Wall
Antara Dia dan Kita
Lelaki renta itu,
dengan kehalusan hatinya ingin ber-Islam
menjadi sebab turunnya ayat.
‘Abasa watawalla', Rasul pun ditegur Allah karenanya.
seorang miskin lagi buta,
bukan berarti tak lebih utama
dari para pemuka negara
Lelaki renta itu,
pernah minta keringanan
untuk tidak ikut sholat berjamaah di masjid
karena dia buta
karena dia sebatang kara
karena masjid jauh sekali dari rumahnya
tapi tanya Rasul, “Apakah engkau masih mendengar adzan?”
saat dijawabnya masih, maka kata Rasul, “Kalau begitu, berangkatlah”
lalu, tunduk patuh ia pada perintah
sekali pun tak pernah ia sanggah
tiap sholat lima waktu sholat berjamaah
meski fajar masih pekat
dan jarak masjid tak dekat,
ia meraba-raba dalam gelap
hingga suatu saat, kakinya tersandung bongkahan batu
badannya terjerembab jatuh,
mukanya tersungkur di runcingnya batu
berdarah-darah…
setelahnya,
selalu datang seorang lelaki
menuntunnya dengan ramah
pergi dan pulang sholat berjamaah
setiap hari, setiap lima waktu
hingga suatu saat
lelaki tua ingin sekali tahu
siapa gerangan lelaki penolongnya itu
karena ingin ia doakan
atas kebajikannya selama ini
tapi kata lelaki muda
“Jangan sekali-kali kau doakan aku
dan jangan sekali-kali kau ingin tahu namaku
karena aku adalah iblis”
sontak lelaki renta itu terkejut,
“Bagaimana mungkin engkau menuntunku ke masjid,
sedangkan dirimu menghalangi manusia untuk mengerjakan sholat?”
Iblis menjawab,
“Ingatkah dulu saat kau hendak sholat subuh berjamaah,
kau tersandung batu, lalu bongkahannya melukai wajahmu?
Pada saat itu aku mendengar ucapan Malaikat,
bahwa Allah telah mengampuni setengah dosamu.
Aku takut kalau engkau tersandung lagi,
lalu Allah menghapuskan setengah dosamu yang lain.
Maka aku selalu menuntunmu ke masjid
dan mengantarkanmu pulang.”
Lalu, saat tubuh itu merenta
makin menua dimakan usia
datang seruan perang Qaddisiyah
Sang khalifah Umar mengumpulkan segenap lelaki
dari seluruh penjuru negri
terselip ia, berbaris bersama
ingin sekali ikut berperang di medan laga
demi cita-cita mulia
Khalifah Umar melarangnya
bagaimana seorang buta lagi renta, akan ikut berperang?
bagaimana jika dia langsung celaka terkena tombak?
atau justru mencelakai temannya karena tak mampu mengenali sesiapa?
Tapi, lelaki tua itu bersikukuh,
“Tempatkan aku di antara dua pasukan yang berperang
Aku akan membawa panji kemenangan
Aku akan memegangnya erat-erat untuk kalian.
Aku buta, karena itu aku pasti tak akan lari”
Khalifah, tak lagi mampu menghalangi
Lalu semuanya, berangkatlah
lekaki tua itu ingin menepati janjinya
dengan baju besi yang dikenakannya
dan bendera besar yang dibawanya
dia berjanji akan mengibarkannya senantiasa,
atau mati terkapar di sampingnya
lewat pertempuran Qaddisiyah
Persia yang congak pun kalah
tapi kemengangan itu tak murah
dibayar dengan nyawa ratusan syuhada
terselip di antara mereka
jenazah lelaki tua
terkapar berlumuran darah
sambil memeluk erat sebuah bendera
sungguh, dia telah menepati janjinya
wahai lelaki mulia,
sesak dadaku membaca kisah hidupmu
menyungai sudut mataku mengenangmu
engkau buta, sebatangkara dan renta
tapi itu tak membuatmu pasrah dan diam
meski udzur telah membolehkanmu.
untuk tak kemana-mana, di rumah saja
Lalu, bagaimana dengan diriku ini?
aku masih muda,
aku bukan fuqara
aku tak buta
jua tak sebatangkara
tapi kenapa,
sering sekali ada alasan mendera
untuk tak bersegera?
Lelaki sepertimu,
dengan segala keterbatasan
terus mencari-cari alasan
agar mampu mengambil peran
sedang aku, kita
dengan segala kemudahan
sering mencari-cari alasan
agar boleh tak ikut berperan
Lalu, dengan apa
akan kita buktikan
bahwa kita ini Islam?
~Belajar darinya, Abdullah bin Ummi Maktum
from One Day One Juz's Facebook Wall
Tidak ada komentar:
Posting Komentar