Mimin berpesaan Sempatkan membaca sampai habis. (Sedih bgt :'( )

Bacalah temanya. Anggaplah sbgi taujih dr umi. Stlh itu ...Bacalah dulu baru ummi lanjutkan.



Kisah nyata dari odojer

Cicilan Hutang

Posted on May 29, 2014 by dipycorner





Kusudahi tilawahku di pagi buta ini dengan perasaan lega. Entah ini cicilanku yang ke berapa kali. Cicilan hutangku pada Allah. Aku tahu sampai nyawa pun kuberikan padaNya, tak akan bisa melunasi semua hutangku pada Allah. Tapi aku berharap semoga Allah akan memperhitungkan apa yang akhir-akhir ini kulakukan sebagai salah satu cicilan hutangku.

Jangan tanya seberapa besar jumlah hutangku padaNya. Kalkulator paling canggih sekalipun tak akan bisa menampung deretan angka hutangku. Sejak aku dilahirkan ke dunia ini hutangku padaNya mulai tercatat. Aku tahu Dia tidak menganggapnya sebagai hutang, tapi buatku semuanya adalah hutang yang harus ku cicil sampai akhirnya aku kembali padaNya.

Namaku Dipy. Empat puluh tujuh tahun sudah aku hidup di dunia ini. Dunia yang dulu kadang kuanggap sangat kejam. Rasanya hidupku selalu tidak mudah. Aku selalu berbeda dengan orang-orang lain di luar sana. Pernah terbersit dalam benak…………kenapa hidupku amat sangat berbeda dengan teman yang lain, padahal kami kuliah di tempat yang sama…….bahkan aku lulus terlebih dulu dari dia. Hmmmm manusiawi sih………………..selalu terselip rasa iri di ujung relung hati.

Aku terlahir sebagai penderita hepatitis B plus sirosis awal. Ini juga kadang mengganggu kebersihan pikiranku. Kenapa aku yg kena…………….kenapa adik-adikku sehat? Kenapa teman-teman lain juga sehat? Bahkan di tahun 2008 seorang dokter memvonis usiaku tidak akan bertahan lebih dari 3bulan. Batinku memberontak…………..jiwaku bergejolak……benarkah? Benarkah Allah tidak memperkenankan aku menikmati hidupku lebih lama lagi?

Untung aku mempunyai suami yang penuh kasih dan tulus menjagaku. Dia tekankan kalau dokter itu manusia, manusia itu ciptaan Allah. Ada yang lebih berkuasa atas manusia. Semangatku pun bangkit lagi. Tapi karena keterbatasan kesehatanku, suamiku memutuskan bahwa aku tidak boleh bekerja lagi. Bayangkan, aku yang wanita pekerja sekarang harus dikurung di dalam rumah. Suamiku memfasilitasiku dengan gadget dan internet. Aku masih bisa bersosialisai dengan siapapun di luar sana asalkan aku diam di rumah.

Keajaiban pertama terjadi. Lewat masa 3 bulan dari prediksi dokter…………aku masih hidup. Allah berkenan membalas doaku, Dia biarkan aku tetap hidup. Aku anggap ini bonus dari Allah. Sejak saat itu aku bertekad dalam hati kalau aku harus pergunakan bonus sisa umur ini sebaik-baiknya. Akan kupergunakan untuk berguna bagi orang lain walaupun hanya setitik debu.

Aku minta ijin pada suami untuk membuka sanggar belajar di rumah. Awalnya suamiku khawatir karena kondisiku yang tidak boleh kecapean. Tapi aku tetap ngotot. Aku ajak anak-anak yang tidak beruntung secara finansial untuk belajar bersamaku. Awalnya aku hanya memberikan pelajaran bahasa inggris. Lantas suamiku tertarik untuk berinteraksi dengan anak-anak. Akhirnya dia ikut memberikan pelajaran matematika. Aku ingat muridku saat itu anak loper koran yang tiap hari mengantar koran ke rumah, lalu anak penjual bakso langgananku, anak tukang kupat tahu, anak bibi setrika yg membantu pekerjaan domestik di rumah,dll. Entah kenapa anak-anak itu berprestasi di sekolahnya setelah ada dalam bimbingan kami. Akhirnya banyak anak-anak dengan ekonomi normal ikut bergabung dengan kami. Makin lama makin banyak saja anak-anak di rumah. Jangan tanya soal bayaran ya, mereka yang punya uang boleh membayar untuk membeli isi spidol dan fotocopy. Untuk kami mereka jadi anak yang lebih baik saja sudah merupakan bayaran yang tidak terhingga untuk kami.

Ada beberapa dari mereka taraf ekonominya sangat memprihatinkan. Padahal anaknya berprestasi di sekolah. Sering terjadi perbincangan panjang antara aku dan suami tentang anak-anak itu. Akhirnya kami memutuskan untuk menyisihkan sedikit yang kami punya untuk kelangsungan pendidikan mereka. Kami tidak ingin kehidupan kedua orang tuanya akan terulang pada anak-anak mereka. Kami meyakini pendidikan adalah salah satu modal untuk menghadapi kehidupannya kelak.

Kondisi kesehatanku naik turun seperti roller-coaster. Tahun 2011………..aku ingat tanggal 9 Mei tiba-tiba bagian kiri tubuhku tidak bisa bergerak. Dokter bilang aku kena serangan stroke. Hidupku pun berubah. Semuanya harus menyesuaikan dengan keadaanku saat itu. Tapi aku ingat ucapan dokter bahwa hanya semangat tinggi yg bisa menyembuhkan penyakit sepertiku. Maka tiap hari kulalui dengan latihan untuk menguatkan tubuh bagian kiriku dengan penuh semangat. Alhamdulillah kakiku berangsur-angsur mulai kuat dan bisa berjalan lagi walaupun belum normal sepenuhnya.

Saat itu kurasakan betapa limpahan kasih sayang dari suami, keluarga dan teman-teman begitu besar. Tiap pagi sebelum suamiku berangkat bekerja dia menemaniku latihan berjalan di depan rumah. Begitu terus tiap hari hingga tiba saat itu…………….17 Oktober 2011.

Tiba-tiba saja suamiku tak sadarkan diri. Dokter di rumah sakit terdekat mendiagnosa kalau suamiku juga terkena serangan stroke. Ya Allah dia tidak pernah sakit berat sebelumnya, paling hanya flu. Kuputuskan untuk memindahkan suamiku ke rumah sakit tempat aku biasa di rawat. Di ambulance aku duduk menggenggam jarinya…….matanya terpejam, tergolek tak berdaya. Setelah serangkaian pemeriksaan dokter memutuskan untuk merawat suamiku di ruangan HCU karena ternyata dia…………koma.

Saat itu rasanya jiwaku kosong, semua serba melayang,otakku mendadak beku. Apalagi saat keesokan harinya aku dipanggil oleh tim dokter yang menangani suamiku. Beberapa dari mereka kukenal. Dokter syaraf adalah dokter yang menangani aku. Dokter jantung adalah dokter yang menangani bapakku. Dokter bedah syaraf adalah kakak kelasku di SMA. Hanya dokter penyakit dalam yang tidak aku kenal sebelumnya. Mereka memelukku erat bergantian. Dan mereka mulai menerangkan kondisi suamiku secara bergantian. Hanya dengungan yang kudengar. Tidak ada yang tercerna oleh pikiranku. Aku seakan berada di dunia sepi senyap.

Lima hari suamiku koma. Aku ajak dia ngobrol tiap saat, aku terus berbicara padanya seperti orang gila. Aku tak perduli dia mendengarku atau tidak. Yang aku mau saat itu hanyalah suamiku membuka matanya dan duniaku kembali seperti semula.

Di hari ke-6 suamiku membuka mata. Tapi dia berubah jadi orang asing. Pandangannya kosong. Jemari kirinya membalas genggamanku perlahan ketika kugenggam tangannya erat-erat. Ya Allah terima kasih telah Kau bangunkan suamiku……….tapi aku tidak mau suamiku yang seperti ini. Yang diam membeku, hanya matanya saja yg berkeliling menyapu sekeliling…..tapi tetap kosong…tidak berjiwa.

Akhirnya aku mengerti………ternyata dampak stroke pada suamiku teramat dashyat. Selain dia kehilangan kemampuan motoriknya, dia juga kehilangan memori,persepsi dan bahasa. Suamiku berubah menjadi bayi dengan ukuran dewasa…….begitupun juga dengan kemampuannya. Innaa lillahi wainna ilaihi rajiuun………

Dimulailah perjuanganku mengurus suami dan menghidupi keluarga. Aku harus membantu semua kegiatannya..memandikan,menyuapi,melatih motoriknya,mengajarinya mengucapkan kata, mengajari berdoa, mengajarinya huruf dan angka dan semua hal dari awal lagi. Aku harus perkenalkan lagi tentang keluarga,benda-benda dan semua yang ada di sekeliling kami. Rasanya aku terjaga hampir 24jam tiap hari. Padahal aku juga sakit. Tapi semuanya terlupakan melihat progress yang terjadi pada suamiku. Dia mulai bisa berjalan perlahan-lahan dengan bantuan tongkat di dalam rumah, dia juga mulai bisa menirukan beberapa kata yang kuucapkan, dia juga sudah mulai bisa berwudlu dan shalat tepat waktu, tapi tangan kanannya masih lumpuh.

Aku lupa menceritakan bagaimana kehidupan keagamaan kami. Saat itu kami melakukan shalat,puasa,zakat,berseedekah dan lain-lain hanya karena kami menganggap itulah yang dilakukan oleh orang Islam pada umumnya. Kami melakukannya hanya sebagai kewajiban rutin.

Semua pandangan kami berubah ketika semuanya terjadi. Kami baru menyadari dan meyakini bahwa betapa Allah cinta pada kami. Dia memang menurunkan ujian yang maha berat tapi kami bisa melaluinya dengan santai.

Banyak sekali kemudahan yang kami terima saat kami melalui musibah ini. Biaya rumah sakit yang puluhan juta tiba-tiba lunas tanpa aku harus keluar uang sepeser pun. Uang dari mana? Allah punya jutaan cara untuk menolong kami. Hidup berdua dengan penyakit yang sama tanpa pekerjaan…………secara matematika pasti kami tidak akan bisa bertahan. Tapi buktinya, sampai saat ini kami masih bisa tersenyum. Allah juga kirim anak-anak jurusan speech-teraphy untuk membantuku melatih ayah berbicara. . . . .dan masih banyak lagi bantuan-bantuan Allah yang bila kutuliskan tidak akan cukup berlembar-lembar kertas untuk menampungnya.

Kehidupan beragama kami pun membaik. Suamiku yang dulu hampir tidak pernah punya waktu untuk shalat dhuha dan tahajud……sekarang mulai rutin menjalankannya. Suamiku sholat sambil duduk dan aku yakin bacaan sholatnya pun tidak sempurna karena suamiku menderita avasia global. Tapi aku bilang padanya, Allah pasti mengerti. Yang penting adalah kita berniat sungguh-sungguh untuk melaksanakan shalat.

Dan beberapa bulan yang lalu ada sebuah broadcast-message mampir ke BBM ku. Tentang One Day One Juz. Tapi tanpa keterangan apapun, hanya ajakan untuk bergabung. Tanpa pikir panjang kuhubungi CP yang tertera di BM tersebut. Setelah dijelaskan aku menguatkan niat untuk bergabung. Jadilah aku member Group 356. Benar-benar harus menguatkan tekad…….tilawah 1 juz sehari? Sanggupkah aku? Selama ini aku jarang sekali berinteraksi dengan Al-Qur’an. Seminggu sekali……sebulan sekali….kadang setahun sekali hanya saat bulan Ramadhan tiba. Tapi ternyata aku makin menikmati kegiatan baruku. Awalnya memang berat……tilawah sambil sesekali mengintip halaman Al-Qur’an untuk menghitung berapa banyak lagi halaman yang harus kuselesaikan. Tidak hanya di group 356, akhirnya aku juga menjadi admin di Group 1159 dan membentuk trial group untuk anak-anak.

Subhanallah……..ternyata aku bisa……aku bisa dan punya waktu untuk membuka Al-Qur’an…..padahal kesibukanku sekarang jauh lebih padat dibandingkan dulu saat suamiku masih sehat. Karena selain tetap harus mengajari anak-anak, sekarang aku juga harus full mengurus suami dari mulai bangun tidur hingga tidur lagi. Sekarang tilawah sudah menjadi keharusan untukku, sudah menjadi sebuah kebutuhan. Setiap selesai tilawah tak hentinya aku bersyukur, Allah itu ternyata sayang sekali pada kami. Ternyata Dia beri kami bonus umur untuk terus berusaha memperbaiki diri,Dia memberi kami kesempatan kedua untuk terus menebarkan kebaikan dan berguna untuk sesame.

Mulai saat ini Insha Allah aku akan terus tilawah…..akan kuanggap itu adalah cicilan hutang-hutangku kepada Allah. Walaupun tidak akan mungkin terlunasi tapi paling tidak aku akan terus berikhtiar untuk terus mencicilnya…………..bahkan sampai ajal menjemputku kelak.



http://ift.tt/1JLARm6









from One Day One Juz's Facebook Wall

Mimin berpesaan Sempatkan membaca sampai habis. (Sedih bgt :'( ) Bacalah temany...

Mimin berpesaan Sempatkan membaca sampai habis. (Sedih bgt :'( )

Bacalah temanya. Anggaplah sbgi taujih dr umi. Stlh itu ...Bacalah dulu baru ummi lanjutkan.



Kisah nyata dari odojer

Cicilan Hutang

Posted on May 29, 2014 by dipycorner





Kusudahi tilawahku di pagi buta ini dengan perasaan lega. Entah ini cicilanku yang ke berapa kali. Cicilan hutangku pada Allah. Aku tahu sampai nyawa pun kuberikan padaNya, tak akan bisa melunasi semua hutangku pada Allah. Tapi aku berharap semoga Allah akan memperhitungkan apa yang akhir-akhir ini kulakukan sebagai salah satu cicilan hutangku.

Jangan tanya seberapa besar jumlah hutangku padaNya. Kalkulator paling canggih sekalipun tak akan bisa menampung deretan angka hutangku. Sejak aku dilahirkan ke dunia ini hutangku padaNya mulai tercatat. Aku tahu Dia tidak menganggapnya sebagai hutang, tapi buatku semuanya adalah hutang yang harus ku cicil sampai akhirnya aku kembali padaNya.

Namaku Dipy. Empat puluh tujuh tahun sudah aku hidup di dunia ini. Dunia yang dulu kadang kuanggap sangat kejam. Rasanya hidupku selalu tidak mudah. Aku selalu berbeda dengan orang-orang lain di luar sana. Pernah terbersit dalam benak…………kenapa hidupku amat sangat berbeda dengan teman yang lain, padahal kami kuliah di tempat yang sama…….bahkan aku lulus terlebih dulu dari dia. Hmmmm manusiawi sih………………..selalu terselip rasa iri di ujung relung hati.

Aku terlahir sebagai penderita hepatitis B plus sirosis awal. Ini juga kadang mengganggu kebersihan pikiranku. Kenapa aku yg kena…………….kenapa adik-adikku sehat? Kenapa teman-teman lain juga sehat? Bahkan di tahun 2008 seorang dokter memvonis usiaku tidak akan bertahan lebih dari 3bulan. Batinku memberontak…………..jiwaku bergejolak……benarkah? Benarkah Allah tidak memperkenankan aku menikmati hidupku lebih lama lagi?

Untung aku mempunyai suami yang penuh kasih dan tulus menjagaku. Dia tekankan kalau dokter itu manusia, manusia itu ciptaan Allah. Ada yang lebih berkuasa atas manusia. Semangatku pun bangkit lagi. Tapi karena keterbatasan kesehatanku, suamiku memutuskan bahwa aku tidak boleh bekerja lagi. Bayangkan, aku yang wanita pekerja sekarang harus dikurung di dalam rumah. Suamiku memfasilitasiku dengan gadget dan internet. Aku masih bisa bersosialisai dengan siapapun di luar sana asalkan aku diam di rumah.

Keajaiban pertama terjadi. Lewat masa 3 bulan dari prediksi dokter…………aku masih hidup. Allah berkenan membalas doaku, Dia biarkan aku tetap hidup. Aku anggap ini bonus dari Allah. Sejak saat itu aku bertekad dalam hati kalau aku harus pergunakan bonus sisa umur ini sebaik-baiknya. Akan kupergunakan untuk berguna bagi orang lain walaupun hanya setitik debu.

Aku minta ijin pada suami untuk membuka sanggar belajar di rumah. Awalnya suamiku khawatir karena kondisiku yang tidak boleh kecapean. Tapi aku tetap ngotot. Aku ajak anak-anak yang tidak beruntung secara finansial untuk belajar bersamaku. Awalnya aku hanya memberikan pelajaran bahasa inggris. Lantas suamiku tertarik untuk berinteraksi dengan anak-anak. Akhirnya dia ikut memberikan pelajaran matematika. Aku ingat muridku saat itu anak loper koran yang tiap hari mengantar koran ke rumah, lalu anak penjual bakso langgananku, anak tukang kupat tahu, anak bibi setrika yg membantu pekerjaan domestik di rumah,dll. Entah kenapa anak-anak itu berprestasi di sekolahnya setelah ada dalam bimbingan kami. Akhirnya banyak anak-anak dengan ekonomi normal ikut bergabung dengan kami. Makin lama makin banyak saja anak-anak di rumah. Jangan tanya soal bayaran ya, mereka yang punya uang boleh membayar untuk membeli isi spidol dan fotocopy. Untuk kami mereka jadi anak yang lebih baik saja sudah merupakan bayaran yang tidak terhingga untuk kami.

Ada beberapa dari mereka taraf ekonominya sangat memprihatinkan. Padahal anaknya berprestasi di sekolah. Sering terjadi perbincangan panjang antara aku dan suami tentang anak-anak itu. Akhirnya kami memutuskan untuk menyisihkan sedikit yang kami punya untuk kelangsungan pendidikan mereka. Kami tidak ingin kehidupan kedua orang tuanya akan terulang pada anak-anak mereka. Kami meyakini pendidikan adalah salah satu modal untuk menghadapi kehidupannya kelak.

Kondisi kesehatanku naik turun seperti roller-coaster. Tahun 2011………..aku ingat tanggal 9 Mei tiba-tiba bagian kiri tubuhku tidak bisa bergerak. Dokter bilang aku kena serangan stroke. Hidupku pun berubah. Semuanya harus menyesuaikan dengan keadaanku saat itu. Tapi aku ingat ucapan dokter bahwa hanya semangat tinggi yg bisa menyembuhkan penyakit sepertiku. Maka tiap hari kulalui dengan latihan untuk menguatkan tubuh bagian kiriku dengan penuh semangat. Alhamdulillah kakiku berangsur-angsur mulai kuat dan bisa berjalan lagi walaupun belum normal sepenuhnya.

Saat itu kurasakan betapa limpahan kasih sayang dari suami, keluarga dan teman-teman begitu besar. Tiap pagi sebelum suamiku berangkat bekerja dia menemaniku latihan berjalan di depan rumah. Begitu terus tiap hari hingga tiba saat itu…………….17 Oktober 2011.

Tiba-tiba saja suamiku tak sadarkan diri. Dokter di rumah sakit terdekat mendiagnosa kalau suamiku juga terkena serangan stroke. Ya Allah dia tidak pernah sakit berat sebelumnya, paling hanya flu. Kuputuskan untuk memindahkan suamiku ke rumah sakit tempat aku biasa di rawat. Di ambulance aku duduk menggenggam jarinya…….matanya terpejam, tergolek tak berdaya. Setelah serangkaian pemeriksaan dokter memutuskan untuk merawat suamiku di ruangan HCU karena ternyata dia…………koma.

Saat itu rasanya jiwaku kosong, semua serba melayang,otakku mendadak beku. Apalagi saat keesokan harinya aku dipanggil oleh tim dokter yang menangani suamiku. Beberapa dari mereka kukenal. Dokter syaraf adalah dokter yang menangani aku. Dokter jantung adalah dokter yang menangani bapakku. Dokter bedah syaraf adalah kakak kelasku di SMA. Hanya dokter penyakit dalam yang tidak aku kenal sebelumnya. Mereka memelukku erat bergantian. Dan mereka mulai menerangkan kondisi suamiku secara bergantian. Hanya dengungan yang kudengar. Tidak ada yang tercerna oleh pikiranku. Aku seakan berada di dunia sepi senyap.

Lima hari suamiku koma. Aku ajak dia ngobrol tiap saat, aku terus berbicara padanya seperti orang gila. Aku tak perduli dia mendengarku atau tidak. Yang aku mau saat itu hanyalah suamiku membuka matanya dan duniaku kembali seperti semula.

Di hari ke-6 suamiku membuka mata. Tapi dia berubah jadi orang asing. Pandangannya kosong. Jemari kirinya membalas genggamanku perlahan ketika kugenggam tangannya erat-erat. Ya Allah terima kasih telah Kau bangunkan suamiku……….tapi aku tidak mau suamiku yang seperti ini. Yang diam membeku, hanya matanya saja yg berkeliling menyapu sekeliling…..tapi tetap kosong…tidak berjiwa.

Akhirnya aku mengerti………ternyata dampak stroke pada suamiku teramat dashyat. Selain dia kehilangan kemampuan motoriknya, dia juga kehilangan memori,persepsi dan bahasa. Suamiku berubah menjadi bayi dengan ukuran dewasa…….begitupun juga dengan kemampuannya. Innaa lillahi wainna ilaihi rajiuun………

Dimulailah perjuanganku mengurus suami dan menghidupi keluarga. Aku harus membantu semua kegiatannya..memandikan,menyuapi,melatih motoriknya,mengajarinya mengucapkan kata, mengajari berdoa, mengajarinya huruf dan angka dan semua hal dari awal lagi. Aku harus perkenalkan lagi tentang keluarga,benda-benda dan semua yang ada di sekeliling kami. Rasanya aku terjaga hampir 24jam tiap hari. Padahal aku juga sakit. Tapi semuanya terlupakan melihat progress yang terjadi pada suamiku. Dia mulai bisa berjalan perlahan-lahan dengan bantuan tongkat di dalam rumah, dia juga mulai bisa menirukan beberapa kata yang kuucapkan, dia juga sudah mulai bisa berwudlu dan shalat tepat waktu, tapi tangan kanannya masih lumpuh.

Aku lupa menceritakan bagaimana kehidupan keagamaan kami. Saat itu kami melakukan shalat,puasa,zakat,berseedekah dan lain-lain hanya karena kami menganggap itulah yang dilakukan oleh orang Islam pada umumnya. Kami melakukannya hanya sebagai kewajiban rutin.

Semua pandangan kami berubah ketika semuanya terjadi. Kami baru menyadari dan meyakini bahwa betapa Allah cinta pada kami. Dia memang menurunkan ujian yang maha berat tapi kami bisa melaluinya dengan santai.

Banyak sekali kemudahan yang kami terima saat kami melalui musibah ini. Biaya rumah sakit yang puluhan juta tiba-tiba lunas tanpa aku harus keluar uang sepeser pun. Uang dari mana? Allah punya jutaan cara untuk menolong kami. Hidup berdua dengan penyakit yang sama tanpa pekerjaan…………secara matematika pasti kami tidak akan bisa bertahan. Tapi buktinya, sampai saat ini kami masih bisa tersenyum. Allah juga kirim anak-anak jurusan speech-teraphy untuk membantuku melatih ayah berbicara. . . . .dan masih banyak lagi bantuan-bantuan Allah yang bila kutuliskan tidak akan cukup berlembar-lembar kertas untuk menampungnya.

Kehidupan beragama kami pun membaik. Suamiku yang dulu hampir tidak pernah punya waktu untuk shalat dhuha dan tahajud……sekarang mulai rutin menjalankannya. Suamiku sholat sambil duduk dan aku yakin bacaan sholatnya pun tidak sempurna karena suamiku menderita avasia global. Tapi aku bilang padanya, Allah pasti mengerti. Yang penting adalah kita berniat sungguh-sungguh untuk melaksanakan shalat.

Dan beberapa bulan yang lalu ada sebuah broadcast-message mampir ke BBM ku. Tentang One Day One Juz. Tapi tanpa keterangan apapun, hanya ajakan untuk bergabung. Tanpa pikir panjang kuhubungi CP yang tertera di BM tersebut. Setelah dijelaskan aku menguatkan niat untuk bergabung. Jadilah aku member Group 356. Benar-benar harus menguatkan tekad…….tilawah 1 juz sehari? Sanggupkah aku? Selama ini aku jarang sekali berinteraksi dengan Al-Qur’an. Seminggu sekali……sebulan sekali….kadang setahun sekali hanya saat bulan Ramadhan tiba. Tapi ternyata aku makin menikmati kegiatan baruku. Awalnya memang berat……tilawah sambil sesekali mengintip halaman Al-Qur’an untuk menghitung berapa banyak lagi halaman yang harus kuselesaikan. Tidak hanya di group 356, akhirnya aku juga menjadi admin di Group 1159 dan membentuk trial group untuk anak-anak.

Subhanallah……..ternyata aku bisa……aku bisa dan punya waktu untuk membuka Al-Qur’an…..padahal kesibukanku sekarang jauh lebih padat dibandingkan dulu saat suamiku masih sehat. Karena selain tetap harus mengajari anak-anak, sekarang aku juga harus full mengurus suami dari mulai bangun tidur hingga tidur lagi. Sekarang tilawah sudah menjadi keharusan untukku, sudah menjadi sebuah kebutuhan. Setiap selesai tilawah tak hentinya aku bersyukur, Allah itu ternyata sayang sekali pada kami. Ternyata Dia beri kami bonus umur untuk terus berusaha memperbaiki diri,Dia memberi kami kesempatan kedua untuk terus menebarkan kebaikan dan berguna untuk sesame.

Mulai saat ini Insha Allah aku akan terus tilawah…..akan kuanggap itu adalah cicilan hutang-hutangku kepada Allah. Walaupun tidak akan mungkin terlunasi tapi paling tidak aku akan terus berikhtiar untuk terus mencicilnya…………..bahkan sampai ajal menjemputku kelak.



http://ift.tt/1JLARm6









from One Day One Juz's Facebook Wall

Tidak ada komentar:

Posting Komentar