Penjual Kemoceng Tunanetra



Kemarin siang selepas shalat Dhuhur di Masjid Kampus, saya rebahan sejenak salah satu tiang masjid. Di sebelah saya ada tumpukan keset dan kemoceng. Beberapa saat kemudian, seorang pria paruh baya yang tunanetra berjalan mendekati saya. Ternyata keset dan kemoceng itu barang dagangannya.



Pak Suwaji namanya. Usianya 55 tahun, tinggal di Sewon, Bantul. Dengan kondisi fisiknya yang tidak bisa melihat, setiap hari ia memanggul keset dan kemoceng berjalan kaki menyusuri jalanan kota Jogja. Itu sudah dilakukannya bertahun-tahun untuk menghidupi keenam anaknya. Saat ditanya alasan mengapa ia tetap keluar rumah untuk berdagang, ia menjawab sederhana, "Saya ndak mau menyusahkan orang lain, mas."



Yang membuat saya kagum, Pak Suwaji ini selalu rutin shalat Dhuhur di masjid kampus shalat Ashar di masjid Mardiyah dekat RSUP dr. Sardjito. Kondisinya yang kehilangan penglihatan tak menghalanginya untuk tertib melangkahkan kaki ke masjid saat mendengar kumandang adzan. Masya Allah.



Bagi saya, orang-orang seperti pak Suwaji ini adalah orang mulia. Dengan keterbatasan fisiknya, ia tidak menistakan dirinya dengan meminta-minta. Apalagi ia selalu rajin shalat ke masjid menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim, meski harus meraba-raba jalan yang ia lalui.



Rasulullah bersabda:

“Sungguh salah seorang diantara kalian pergi mencari kayu bakar dan memikul ikatan kayu itu di punggungnya, itu lebih baik baginya dari pada ia meminta-minta kepada orang lain, baik orang lain itu memberi ataupun tidak memberinya.” ~HR Al Bukhari



Jika Pak Suwaji yang tunanetra saja rajin shalat jama'ah ke masjid dan semangat bekerja, lantas bagaimana dengan Anda?



Dari sdr Muhammad Nikmatul Mu'minin Fadly









from One Day One Juz's Facebook Wall

Penjual Kemoceng Tunanetra Kemarin siang selepas shalat Dhuhur di Masjid Kampu...

Penjual Kemoceng Tunanetra



Kemarin siang selepas shalat Dhuhur di Masjid Kampus, saya rebahan sejenak salah satu tiang masjid. Di sebelah saya ada tumpukan keset dan kemoceng. Beberapa saat kemudian, seorang pria paruh baya yang tunanetra berjalan mendekati saya. Ternyata keset dan kemoceng itu barang dagangannya.



Pak Suwaji namanya. Usianya 55 tahun, tinggal di Sewon, Bantul. Dengan kondisi fisiknya yang tidak bisa melihat, setiap hari ia memanggul keset dan kemoceng berjalan kaki menyusuri jalanan kota Jogja. Itu sudah dilakukannya bertahun-tahun untuk menghidupi keenam anaknya. Saat ditanya alasan mengapa ia tetap keluar rumah untuk berdagang, ia menjawab sederhana, "Saya ndak mau menyusahkan orang lain, mas."



Yang membuat saya kagum, Pak Suwaji ini selalu rutin shalat Dhuhur di masjid kampus shalat Ashar di masjid Mardiyah dekat RSUP dr. Sardjito. Kondisinya yang kehilangan penglihatan tak menghalanginya untuk tertib melangkahkan kaki ke masjid saat mendengar kumandang adzan. Masya Allah.



Bagi saya, orang-orang seperti pak Suwaji ini adalah orang mulia. Dengan keterbatasan fisiknya, ia tidak menistakan dirinya dengan meminta-minta. Apalagi ia selalu rajin shalat ke masjid menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim, meski harus meraba-raba jalan yang ia lalui.



Rasulullah bersabda:

“Sungguh salah seorang diantara kalian pergi mencari kayu bakar dan memikul ikatan kayu itu di punggungnya, itu lebih baik baginya dari pada ia meminta-minta kepada orang lain, baik orang lain itu memberi ataupun tidak memberinya.” ~HR Al Bukhari



Jika Pak Suwaji yang tunanetra saja rajin shalat jama'ah ke masjid dan semangat bekerja, lantas bagaimana dengan Anda?



Dari sdr Muhammad Nikmatul Mu'minin Fadly









from One Day One Juz's Facebook Wall

Tidak ada komentar:

Posting Komentar